Oleh Rani Timut Mumpuni (8B)
“Kuli maaf aku tidak bisa ikut pentas,” kata gadis manis bertubuh mungil dengan muka polosnya yang sekarang sedang duduk di atas padang rumput hijau sambil meteskan peluh di pipi.
“ Kenapa ? Bukankah kamu pandai menari ?” tanya Kuli pada gadis itu.
“Aku aku belum berani menampilkan diri di atas papan kayu tinggi dan dilhat banyak orang.” Jawab gadis itu .
“Kenapa kamu harus takut? Aku tahu kamu pasti bisa melakukan itu.”
“Mungkin tidak!”
Gadis itu melangkahkan kaki kecilnya pergi menjauh dari sahabat karibnya itu, tak henti ia menghapus tetesan demi tetesan yang jatuh dari kedua mata cokelat bulatnya yang tampak indah di pandang.
“Baiklah terserah kamu, aku takkan memaksa.” berteriak kencang berharap Gadis itu mendengar.
Esok ini adalah hari yang buruk bagi gadis bertubuh mungil ini, karena ia tidak bisa bertemu dengan Kali sahabat karibnya, ia masih tak berani menunjukkan
muka di hadapan Kali. Dengan paras besut ia berjalan keluar rumah membawa sepeda merah berpedal hitam dengan keranjang besar di depannya. Ketika di jalan ia bertemu dengan seorang guru sekolahnya, namanya Bu Kina ia adalah guru tari yang selalu membantu gadis itu belajar menari, dengan suara lirih gadis itu menyapa Bi kina,
“Pagi bu,”
“Pagi, Kirana…”,jawab gadis bernama pendek dan mungil itu. J
“Bu Kina mau kemana ?” tanya Kirana.
“Saya mau ke balai desa mengajar menari anak – anak yang mau pentas seni besok saat Rasulan Gunung kidul.”
“Saya boleh ikut bu ?”
“Silahkan, memangnya kamu tidak ikut pentas ?”
“Tidak bu, saya masih belum bisa menumbuhkan keberanian diri untuk menampilkan tarian di muka umum.”
“Wah sayang sekali Kir, padahal kamu menari sangat indah, tapi itu sudah hak kamu untuk menentukan pilihan.”
“Ya bu ,.”
Mereka berdua pergi berjalan menuju balai desa.
Di balai desa banyak anak – anak kecil hingga remaja yang berkumpul untuk berlatih, dari salah satu anak itu terdapat seorang pria yang wajahnya tidak asing lagi untuk Kirana. Tak selang lama terdengar suara yang memanggil namanya.
“Kirana.” panggi seorang pria bersuara lembut.
“Iya, “ jawabnya berwajah ragu.
“Hy kirana,” pria bertubuh tegap berbaju biru cerah datang menghampiri.
“Kali,…” kata Kira bernada gugup.
“Kamu kesini?”
“Iya, em, Li kamu masih marah soal kemarin ?”
“Soal apa Kir?”
“Waktu aku gak mau nemerima tawaran kamu buat ikut pentas.”
“Owgh itu, tenang dah aku lupain kok, lagian kalau di pikir – pikir itu dah hak kamu untuk gak nerima tawaran aku .”
“Makasih ya Li kamu dah mau ngerti aku kamu emang sahbat terbai aku J “ senyum berseri dan mentup mulut kecilnya yang tertawa lepas.
“Ya udah ayo masuk ke Bali kita lihat orang latihan.” ajak Kali.
“Ayo,”
Di sudut balai mereka duduk sambil melihat orang berlatih menari, tanpa sadar tangan Kirana ikut berlenggok, Kali yang melihat Gerak gerik Kirana langsung menariknya berdiri dan menyuruhnya menari , Namun Kirana hanya diam dan berusaha menuruti kata Kali , dia tidak ingin mengecewakan sahabatnya untuk keduakalinya , Berlahan tapi pasti ia menari dengan gemulai , langkah demi langkah gerakkan demi gerakkan selalu benar ia lakukan , semua orang yang memandang sangat tabjuk , Hingga tarian selesai ia tetap iktu menari , terdengar dari balik punggung suara tepuk tangan yang sangat kencang dari banyak orang , Kirana yang baru sadar bahwa oarang – orang sedang mengamatinya begitu malu dan berlari pulang . Kali tak kuasa mengejar Kirana karena ia tau apa yang sesang diarasakan sahbatnya itu . Ia hanya bisa berharap semoga Kirana esok masih mau adtang kesini untuk melihat orang berlatih.
Burung bekicau begitu indah , Kirana terbangun dari mimpi yang selalu menghantui setiap malam kelam yang ia jalani , pijak kaki kecil menapak di lantai rumah menghadap ranjang besar berkayu jati dengan warna cokelat bergambar Wayang , Kirana melempit selimut besar yang ia kenakan dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh , setelah ia mandi , ia membuka pintu kamar dan mengambil sepotong roti berselai nanas di meja makan . Selesai sarapan Kirana mengambil sepedanya dan pergi ke Balai desa ia memiliki keinginan untuk menari, dan ternyata di dalam dirinya sudah tertanam bakat tak terduga hanya saja bakat itu terhambat oleh rasa malu yang selalu menghantui. Di depan balai ia bertemu lagi dengan Kali , Ia menyapa pria itu dan duduk di sampingnya.
“Kali” sapa Kirana
“Kirana ! aku kira kamu gak akan datang gara – gara kemarin.”
“Enggak lah masa gara – gara kemarin aku gak mau nari .”
“Nari ? kamu kesini mau ikut latihan nari ?”
“Iya , gak tau kenapa aku suia banget sama tarian – tarian tradisional terutama tari Kiddang , itu adalah tarian yang paling aku suka , dan kebetulan besok ada pentas kidding dan sekarang ada latihannya juga , aku manfati aja J”
“O … jadi kamu mau latihan juga to , kenapa gak ikut pentas aja ?”
“Bukannya aku dah jawab ya li , aku gak mau karna aku masih malu.”
“Ya udah deh gih latian dah mulai tu.”
Kiarana langsung ambil posisi dan mulai menari , Hari demi hari ia selalu mengikuti latihan menari tap pernah ia melalaikan satu waktu untuk meninggalkan latian menari , hingga hari ha tiba , Semua anak yang siap pentas menari berdandan dengan cantik dan tampan . Kirana hanya bisa melihat dan terdiam.
Tiba – tiba salah satu penari mengeluh sakit , ternyata penyakit maghnya kambuh , padahal ia harus pentas sebentar lagi , Kirana yang melihat kejadian itu diam seperti patung , kaku seperti beku , pikirnya mulai melebar , hatinya mulai bergetar , dengan berani ia mengajukkan diri untuk menggantikan salah satu penari yang sakit .
Bedak putih dan alat make up lain mulai menutupi wajahnya , paras cantik telah terpancar dari wajah polosnya , dengan pakaian bberwarna kuning berhias gelang warna emas di kaki membuat ia terlihat sangat anggun .
“Kirana kamu cantik sekali ,”Puji Kali yang tak sangka sahabat pemalu itu telah memberanikan diri untuk menahlukkan panggung hiburan.
“Makasih Li ,”
“Jangan gugup ya , aku yakin kamu bisa kuk , “
“Iya , “
“Semangat !”
“Makasih ya Kali cerewet hahahahaha J “
“Iya – iya.
Setelah selesai berdandan ia mulai pergi ke barisan penari yang siap berpentas , sembari membawa tanduk kiddang sebagai property tarian yang akan ia lakukan .
Tak berselang lama nama tari yang akan ia bawakan sudah di panggil , semua orang di luar bersorak keras membuat Kirana gugup dan berkeringat , namun itu sudah menjadi keputusan yang harus ia laksanakan , Tanduk Kiddang yang ia bawa mulai di kenakan dia kepala bundar berkuncir kuda .
Tokleng – tokleng tokleng – tokleng suara alunan lagu dari gamelan yang dimainkan oleh pemusik tradisional .
Kirana mulai menari dengan gemulai , gerakkannya yang begitu indah membuat mata tak hilang pandang , semua tatapan tak pernah lepas dari eloknya gerakan yang ia bawakan .
Lima menit berlalu tarian yang ia bawakan selesai tepukkan tangan keras terdengar serempak , seyum lebar tertebar dari wajah pesona Kirana , ia tak menyangka pikir panjang bisa menghilangkan rasa malu yang selalu membayang .
Turun dari panggung ia kembali mendapat sambutan dari sahabat karib yang selalu mendukung semua yang ia lakukan . Pelukan hangat ia dapatkan dari sahabat dan orangtua yang sangat bangga melihat ia berani menampilkan diri di muka umum , Dari situ rasa malu mulai terpangkas dan rasa percaya diri tumbuh berlahan dan dengan itu ia bertekat untuk pentas lagi tahun depan.
***0***