Oleh Sonya Niken Puspa (8B)
Pagi ini aku menyusuri koridor sekolah dengan perasaan gundah, galau dan gelisah. Teringat di angan ku tentang dirimu dan dirinya. Kisah cinta segitiga yang terjalin diantara kita.
Laras Yuan Anindi, itulah nama indah yang di berikan oleh kedua orangtuaku. Orang disekitarku biasa memanggilku Laras. Kini aku duduk, di bangku kelas 2 SMA, SMA Kartini yang letaknya di daerah Jawa Barat. Farel ya itu nama kekasihku, kekasih hatiku sejak aku duduk dibangku kelas 3 SMP hingga kini, Tuhan menyatukan kita hingga kini satu sekolah .
Kriiiiing ! Bunyi jam weker ku, terdengar nyaring hingga gendang telinga. Waktu telah menunjukkan pukul 06.15, aku pun berlari dan bergegas
mandi. Sepuluh menit, berlalu aku telah siap untuk memulai kegiatan ini . “Pak, tolong antarkan aku ke sekolah.” ucapku pada pak sopir yang telah menunggu di halaman rumah. Sesampainya aku di sekolah, seperti biasa di Sekolah sudah banyak teman – teman yang datang tapi, hari ini sepertinya ada sesuatu yang berbeda mengganjal dihatiku, serasa kembali pada masa lalu, mungkin hanya pikir hatiku.”Ya ampun !” kataku, ternyata aku bertemu dengan Martin sahabatku saat di SMP. Aku pun memulai pembicaraan dengannya
“Eh,Martin ?” kataku padanya.
Dengan wajah terkejut, ia pun menjawab “Laras?”
Kamipun saling berbagi kisah diwaktu silam saat kami bersama. Ternyata, Martin baru pindah di Sekolah ini 3 hari yang lalu, wajar saja bila dia sudah tak asing lagi bagiku .
Bel, masuk pun berbunyi .
“Martin, udah dulu ya aku masuk kelas, daa!” ujarku pada Martin.
“Iya, Ras sampai ketemu nanti ya!” jawab Martin.
“Iya.” lanjutku .
Tiba, di kelas pelajaran pun dibuka,
“Selamat pagi anak – anak!” sapa bu guru.
“Pagi, Bu!” jawab anak – anak.
Hingga tujuh jam berlalu dan kegiatan sekolah pun telah selesai. Semua berhamburan keluar kelas, braak! Aku pun, terjatuh diambang pintu, tak sengaja lewat, Martin yang melihatku terjatuh berlari dan bergegas menggendongku, aku pun dibawa ke UKS. Setelah sepuluh menit, luka di kaki ku sudah selesai diperban. Ya tentu saja orang yang membawaku kesini yang mengobatinya. Setelah itu Martin membantuku untuk berjalan menuju pintu gerbang, ternyata Farel sudah menungguku bersama motor kesayangannya didepan pintu gerbang . Farel, pun turun dari motor dan menghampiriku.
“Laras, kaki kamu kenapa?” tanya Farel.
“Ini, tadi hanya jatuh waktu keluar kelas, tapi enggak papa kok Rel!” jawabku.
“Siapa, yang udah nolongin kamu? Maaf, ya tadi aku udah keluar duluan buat ambil motor ” ujar Farel.
“Ini, Martin yang udah nolongin aku, dia temen SMP aku dulu, dia juga Sekolah disini Rel, pindahan 3 hari yang lalu. Iya, enggak papa kok!” jawabku.
“Martin, itu Farel pacar aku hehe, kenalan gih!” ujarku pada Martin.
“Eh, Farel kenalin aku Martin temen SMPnya Laras!” ujar Martin pada Farel .
“Heh, iya aku Farel pacarnya Laras haha!” jawab Farel.
“Ya, udah ya aku pulang dulu tin!” ujarku pada Martin.
“Farel, aku pulang dulu ya daa.” ujarku pada Farel.
“Laras, kamu pulang sama aku aja, kaki kamu kan masih sakit, yuk aku anter!” bujuk Farel padaku, setelah Martin berjalan menuju mobil dan pulang.
“Oh, iya Rel yuk!” jawabku pada Farel. Kami pun memulai perjalanan.
Selama perjalanan Farel sempat bertanya – tanya tentang pribadi Martin, dimana rumahnya, asalnya, dan kisahku dengan Martin dulu. Tak beberapa lama kemudian, aku pun tiba di rumah.
“Farel, ayo masuk dulu Mama udah masak tuh!” ajakku.
“Oh, beneran nih, yaudah aku mampir dulu ya?” jawabku.
“Iya, ayo masuk!” jawabku.
Dua jam berlalu Farel pun pamit untuk pulang.
“Laras, aku pulang dulu ya. Cepet sembuh, kaki kamu?” ujar Farel.
“Iya, Farel hati- hati di jalan ya.” Jawabku.
Seminggu kemudian, saat di Sekolah.
“Laras, Laras, tunggu ada hal penting yang aku mau bicarain sama kamu!” teriak Martin memanggilku .
“Hal, penting apa tin ? “ jawabku, tiba – tiba Martin menggandeng tanganku dan mengajakku di taman belakang Sekolah . Kami, berdua pun duduk disuatu bangku.
“Ras, kamu tahu kan rasanya gimana orang kalau lagi jatuh cinta?” tanya Martin.
“Umm, iya aku tahu, emangnya kenapa?” ujarku.
“Aku, jatuh cinta sama kamu Laras!” ujar Martin padaku sekedar menyatakan cinta.
“Tapi, Tin!” pembicaraan pun terpotong setelah Farel datang dan melihat Martin sedang duduk bersamaku dan sedikit memegang tanganku.
“Laras, Martin, kalian ngapain disini?” tanya Farel pada kami berdua.
“Anu, Rel anu, ini kita hanya lagi cerita – cerita kok, sambil inget – inget masa SMP! hehe “ jawabku .
“ Iya, Tin Laras bener ! hehe” jawab Martin pada Farel.
“Cerita? Cerita cinta? Pegangan tangan, sekedar temen ya? Atau, selingkuhan , hah omong kosong !” ujar Farel dengan nada tinggi dan mimik wajah dengan amarah.
“Farel, kamu jangan salah paham dulu, aku sama Martin enggak ada hubungan apapun! Kita Cuma temenan dan enggak lebih! Aku cintanya cuma sama kamu Farel, kamu , kamu, dan kamu ! “ ujarku pada Farel dihadapan Martin yang baru saja menyatakan cinta padaku .
“Ras, kamu tega ya sakit Ras sakit!” ujar Farel padaku dan berlari sendiri tanpa arah.
“Farel, Farel! Tunggu Rel!” teriakku memanggil Farel.
“ Kacau!” ujarku dalam hati.
“Martin, maaf aku enggak bisa nerima kamu, aku harus kejar Farel, walau bagaimana pun dia masih pacar aku! Maaf Tin!” ujarku pada Martin menolak cintanya.
Setibanya, aku dikelas aku melihat Farel sedang duduk dibangku tempat dia biasa saat pelajaran.
“Farel, dengerin penjelasan aku dulu! Aku, bisa jelasin semuanya!” ujarku pada Farel.
“ Udahlah, Ras semua udah jelas! Kita akhiri aja semuanya, cukup sampai disini kita tutup lembaran lama dan buka lembaran baru di hidup kita masing – masing!” sahut Farel padaku.
“Tapi, aku sayang sama kamu Farel, jangan pergi dan jangan pernah kamu mengakhiri ini semua? Aku mohon.” sahutku.
“Maaf, aku terlanjur kecewa sama kamu!” ujar Farel.
Aku pun mengambil tas dari mejaku dan berlari keluar kelas. Hingga aku tiba disebuah tempat, disebuah danau di pinggir taman. Aku menangis dan terus menangis, entah apa yang membuat Farel sangat keras kepala tanpa menghiraukan penjelasanku, otakku sudah penat, tak tahu apa yang harus aku perbuat kini, “Tuhan tolong aku !?” ujarku dalam hati sambil menangisi ini semua. Tiba – tiba, ada seseorang yang menepuk pundakku dan memanggil namaku.
“ Hey, Laras!” ujarnya.
“Vino!” aku pun berdiri dan memeluknya. Vino, dia teman satu kelasku juga, dia tampan, baik, ramah, pintar, dan juga bijaksana.
“Udah, Ras berhenti nangis, aku tahu kamu enggak salah kok, Farelnya aja yang keras kepala, udah berhenti nangis gih, nanti hilang cantiknya ! hehe” ajak Vino padaku.
“Iya, ah bisa aja kamu!” sahutku.
“Ras, pulang yuk aku anterin!” ajak Vino padaku.
“Yuk!” jawabku .
Dua hari berlalu. Seperti biasa, sebelum pukul tujuh aku harus sudah berada di Sekolah. Jujur, aku gelisah aku takut jika Martin dan Farel masih dalam perselisihan.
“Laras!” panggil Farel.
“Ada, apa Rel?” jawabku.
“Ras, aku mau minta maaf soal permasalahan beberapa hari yang lalu, sekarang aku udah tau kok kalo kita cuma salah paham, kamu mau kan maafin aku?” tanya Farel padaku.
“Iya, Rel, aku udah maafin kamu jauh jauh hari sebelumnya!“ jawabku memaafkan Farel.
“Makasih, Ras , kalo gitu hubungan kita masih belanjut kan?” tanya Farel untuk kedua kalinya.
“Kalo, soal itu, maaf mungkin cukup sampai disini aja, aku udah dapet pengganti kamu, maaf Rel!” jawabku menolaknya.
“Tapi, Ras , aku masih sayang sama kamu, siapa pengganti aku? Secepat itu kamu lupain aku? Pasti Martin kan? Gara – gara Martin kan?” sahut Farel.
“Maaf, Rel tapi aku enggak bisa, apa – apaan sih kamu, aku enggak ada hubungan apapun sama Martin, dan kalaupun iya itu udah bukan hak kamu!” ujarku.
“Terus, siapa ?” ujar Farel.
Tiba – tiba Vino datang menghampiriku.
“Laras?” sahut Vino.
“Vino!” aku pun menghampirinya dan menggandeng tangan Vino.
“Vino, Rel, Vino pengganti kamu, dan maaf aku enggak akan pilih kamu ataupun Martin, aku pergi dulu daa!” ujarku pada Farel dengan perasaan yang sedikit tidak enak.
***0***